Menjelang sidang putusan sengketa pemilihan presiden, di Mahkamah Konstitusi esok hari, akan menjadi tonggak sejarah peradilan di Negeri ini, setelah sebelumnya Mahkamah Konstitusi hanya menjadi mahkamah kalkulator di pemilu sebelumnya.
Entah akan ada sesuatu hal yang menggebrak dalam putusan oleh para hakim, ataukah para hakim mencari aman dan menjadikan lembaga peradilan yang tanpa keadilan.
Para hakim sejak jauh-jauh hari sudah berpikir keras, bahkan akan merasakan tekanan bathin dan mental, perasaan yang dalam dirinya ada kegalauan dan dilematis, antara menjaga moralitas dan maruah lembaga, maruah yang sempat ambruk dan hilang kepercayaan dari masyarakat, karena terlahir anak haram konstitusi. Hakim juga akan kekurangan waktu istirahat karena akan banyak telepon, tamu, karangan bunga, bahkan paket dengan motif yang bisa berupa bentuk tekanan, intimidasi ataukah iming-iming janji-janji manis.
Terbatasnya waktu dan pihak-pihak yang bersengketa, saksi, ahli, dan lainnya, membuat masyarakat umum memberi pandangan melalui Amicus curiae sebagai sahabat peradilan yang juga cukup banyak yang mengajukan, mengingat banyaknya aspirasi dan keprihatinan atas caruk maruknya proses pelaksanaan sampai hasil pemilu.
Persoalan keputusan adalah berdasar nurani dan fakta-fakta yang di yakini para hakim, sebab palu sidang akan mengetuk tentang keadilan atau tentang tergadainya keadilan, apakah output dari keputusan tersebut nantinya akan mengabulkan, menolak, menerima sebahagian, atau menempuh jalan tengah yang lain, yang di ajukan para pemohon, tentu hanya waktu yang akan menjawabnya, karena putusan MK akan berdampak besar atau akan kembali rontok karena kehilangan kepercayaan publik, ini layak di nantikan…
Acchi
11:36 PM