Bagi yang sudah paham tentang sejarah pertemuan sepakbola antara Indonesia dan Thailand, mungkin dag dig dug jantungnya tidak seperti rasa dan iramanya saat pertemuan Singapura di Semifinal AFF kemarin.
Kita sudah terbiasa kalah oleh Thailand, diatas kertas kita beberapa kali dipecundangi, kualitas permainan dalam mengelolah sikulit bundar memang sangat berkualiatas, sangat minim sekali kesalahan passing, pressing terhadap lawan begitu ketat, bola seperti lengket dan terarah di kaki para pemain Thailand.
Fisik mental juga sama bagusnya, tidak gampang drop dan keteteran, bila mendapatkan tekanan, bisa jadi karena pengaruh Negara mereka tidak pernah merasakan penjajahan, jadi tidak tahu rasanya tertekan, Hehehehe
Secara tekhnis rotasi pergantian pemain Timnas Indonesia tidak berefek, bahkan justru kelihatan blunder, karena pemain pengganti malah yang jadi bulan-bulanan dan gampang di acak - acak pemain Thailand.
Sementara di luar lapangan sebelum pertandingan, semuanya di buat heboh-heboh, para pencari muka dan aktor yang paling merasa punya andil, memanfaatkan panggung padahal belum juga juara, janji-janji bonus digembor-gemborkan, mau kasi inilah mau kasi itulah, biar katanya termotivasi, tapi bisa jadi justru kebalikannya malah menjadi beban berat pemain.
Media kita juga terlalu alay terlalu lembek, harusnya media ini belajar pada media-media Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura, yang ikut andil menjatuhkan mental lawan-lawan buat negaranya.
Saat Coach STY berteriak kita cuma dapat nasi kotak selama di Negeri Singa, yang dia anggap nutrisi dan gizinya kurang, para pencari muka, para tukang janji ini harusnya sudah berekasi, sudah harus menangkap sinyal itu, kalau tidak dapat di Singapura, mungkin bisa didrop dari Batam yang jaraknya tidak seberapa, untuk mensupply kebutuhan mereka.
Untuk leg kedua hanya bisa berharap pada keajaiban, dan yang paling relevan adalah memburu ujug -ujug bisa memburu defisit gol, biar tidak bikin malu-malu amat.
Acchi
01:16 AM