Assalamu Alaikum Selamat Datang Di Blog Kami
Selalu Siap Menerima Kritik Dan Saran Atas Tulisan Dan Konten Di Blog Sederhana Ini...

Thursday, 9 February 2012

Suatu Ketika Di Sekolah Berasrama GOMBARA (Pergeseran Tradisi)



13286719451534855927
Papan Nama Pondokku
Untuk membaca ini mungkin anda perlu terlebih dahulu mengunjungi pada bahagian yang pertama karena disitu ada sedikit penjelasan tentang tautan ini berikut linknya :

http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2012/02/08/suatu-ketika-di-sekolah-berasrama-gombara/.

Kalau sebelumnya mengisahkan tentang pengalaman pribadi maka disini saya akan tuliskan tentang pengamatan saya pribadi, disana dipesantren sana pernah digelari kampung arab karena komunikasi sehari-hari mereka memang bahasa arab, disamping bahasa inggris juga karena memang kedua bahasa itu terjadwal tapi yang bahasa arabnya yg dominan, namun disini bukan masalah bahasa yg saya akan uraikan tapi lagi-lagi sesuatu yang kecil tapi dampaknya sangat besar.

Apa itu..? Yaitu Salat, jelaslah namanya juga pesantren dimana-mana kalau mendengar kata pesantren jelas yang terekam dipikiran adalah Salat, Pelajaran Agama, aturan yang membuat agar disiplin, Bahasa Arab, dll. Tapi meskipun dipesantren disana juga kami diajarkan pelajaran umum seperti sekolah diluar sana bahkan porsinya sama dengan pelajaran agama, bahkan saya sendiri waktu naik kelas lima atau kelas dua madrasah aliyah saya dan teman-teman mendapatkan jurusan IPA.

Disana ketika saat waktu sekolah yang sifatnya formal pada umumnya jam pelajaran kami santri-santriyah dibimbing dan diajari oleh guru yang dipanggil ustaz dan ustazah, tapi setelah itu yang sifatnya kepesantrenan dan kegiantan diluar dari intra sekolah atau biasa disebut ekstrakorikuler kami dibimbing oleh pengurus dan ketua kelompok, pengurus ini ada dua macam ada yang pengurus IRM dan ada yang pengurus Asrama dan pengurus IRM biasanya merangkap pengurus Asrama dan ketua kelompok diambil dari adik kelas pengurus jadi ada semacam jenjang. Pada saat itu waktu saya baru mulai masuk sebelumnya itu terjadi Tragedi yang sifatnya huru-hara karena adanya ketidakpuasan terhadap pengelola pondok, namun saya dan angkatan saya tidak tahu persis kejadiannya karena kami saat kejadian belum mondok.

Makanya tulisan bahagian pertama saya menuliskan tentang sisa-sisa kejayaan, karena memang yang kami dapati realitanya seperti itu, karena yang terlihat adalah bekas-bekas.

Dalam kegiatan Ekstrakorikuler itu penguruslah yang lebih dominan daripada uztas-uztasah mulai dari aturan asrama, olahraga, bahasa, ibadah, keamanan, kebersihan,dll pengurus yang memagang peranan disana dari sana kami mendapatkan hafalan mufradat, belajar khotbah atau muhadarah, hafalan Quran dan Hadist,tapak suci, pramuka/Hw dll. dan itu apabila tdk dilaksanakan maka akan ada ganjaran yang didapat atau punisment dan hukuman itu sifatnya berjenjang mulai dari yang ringan sampai yg berat.
Karena dominannya pengurus maka dilevel pengurus ada semacam kekuasaan yang lebih karena pengurus disamping bisa menghukum juga bisa memerintah untuk melakukan kebutuhannya misalnya memerintahkan mengambil air wudhu, air minum atau makanan didapur.

Tapi sesuatu itu yang saya akan tuliskan disini tentang pengamatan saya adalah pengurus yang dianggap disegani, atau istilahnya killer atau ganas,ditakuti, brutal, semau dia atau apapun namanya yang paling terekam dipikiranku saat saya atau teman-teman yang lain yang mendapatkan tugas Alharis atau piket, dan disaat mereka telat Salat Jamaah karena tertidur maka disaat iya terbangun yang paling pertama dicari adalah Air Wudhu dan itu adalah tugas kita yang sebagai piket untuk menyediakannya.
Kemudian setelah pengurus itu tamat dan digantikan oleh adik-adik kelasnya perlahan tradisi itu hilang, piket jarang lagi mengambil air wudhu bagi pengurus yang ketiduran karena tidak mengikuti salat jamaah dimasjid, dan itu berlangsung terus hingga pada masa periode kepengurusan kami justru kepengurusan kami dilengserkan oleh pimpinan pondok sebelum periode kami habis dan mungkin ini periode pertama yang dilengserkan pimpinan pondok tanpa perlawanan selama berdirinya gombara, dan mungkin memang pimpinan pondok menganggap kami brutal dan saya pribadi menyadari hal demikian.

Pendapat saya mungkin pula itu salah satu yang membuat merosotnya almamater kami secara kualitas dan kuantitas, kemudian kami para alumni yang masih sering bereuni dan yang punya rasa prihatin karena bagaimana pun juga gombara disana kami dewasa, disana kami puber, disana kami mulai berjerawat. dan tentunya kami tak mau kehilangan identitas karena kami takut bahwa jangan sampai ditempat dulu kami itu tinggal nama dan bekasnya . kemudian ada sedikit yang saya mau sampaikan bahwa disana perlu pembenahan secara total untuk mewujudkan seperti kejayaan sedia kala tapi dengan mengikuti kondisi kekinian di era yang sekarang ini, kita perlu mentransformasi. mencontoh, memilih dan memilah sesuatu yang baik diluar sana yang bisa dijadikan kurikulum yang berkualitas, karena kenapa.? orang tua  rela membayar lebih kalau kualitas itu ada sebab diluar sana banyak sekolah gratis atau yg lebih kecil pembayarannya yang menjadi saingan.

http://youtu.be/3S_bHLz5dbQ