Dan terjadi lagi “Makan Beracun Gratis”, korbannya sampai ratusan murid sekolah disatu daerah di Sumatera.
Kenapa ini masih terus berulang…? Karena program ini tidak matang dan cenderung dipaksakan. Bahkan wadahnya pun yang diimpor dari china terindikasi bercampur minyak babi.
Gurunya pun dibuat tambah repot, pelajaran bisa terganggu, sebelum dan sesudah makan anak murid, jadi job tambahan guru untuk membagi dan mengumpulkan wadah makan, dan apesnya guru dijadikan tumbal untuk mencicipi lebih dulu makanan layak tidaknya, steril atau beracun, sebelum murid menyantapnya.
Eh… satu lagi jangan sampai ada lagi yang ngomong, “kan lebih banyak yang tidak keracunan daripada yang yang setengah mati karena keracunan”.
Dan mirisnya anggaran pendidikan 700 Triliun, 300 Triliun dialokasikan hanya untuk makan siang gratis, yang sebenarnya tidak gratis juga, karena anggaran itu tetap diambil dari mekanisme utang luar negeri dan pajak-pajak rakyat.
Proyek ini, sepertinya bancakannya lebih banyak daripada manfaatnya, Outputnya juga cuma jadi TAI.
Padahal 300 Triliun itu duit besar, yang bisa lebih nyata kelihatan, bila benahi sekolah, bisa meningkatkan mutu pendidikan, buat seragam dan buku, kesejahteraan Guru Honor dan Guru Kontrak.
Urusan makan itu urusan orang tua, karena mereka lebih tau anaknya.
Kalau ada yg mengatakan bagaimana dengan yg miskin, yg miskin itu dibantu orang tuanya, buka lapangan kerja, sejahterakan mereka, dari anggaran sosial, beri bansos yang tepat sasaran, bukan yang dapat cuma keluarga para pembagi, dan bansos hanya turun pada momen-momen pilpres dan pilkada, biar mereka sekeluarga bisa sama-sama makan siang dan malam, bukan cuma anaknya yg makan siang disekolah tapi orang tuanya dirumah dan dijalan tetap lapar.
Acchi
02:06 PM