![]() |
KH. Muchtar Waka |
Beberapa pekan lalu, ketika scrol-scrol handphone, beberapa kali muncul iklan marketplace tentang rantang mini almunium, tak berselang lama melihat kabar info di WA Grup, KH Muchtar Waka, sedang dirawat di rumah sakit, dan Selasa pagi ini kembali melihat postingan Ustadz Arsyad bahwa Kiyai Pondok telah berpulang Senin malam.
Mungkin penampakan rantang itu menjadi isyarat buat saya, yang saat masih nyantri pernah di mintai tolong Kiyai mengambil nasi dan lauk didapur menggunakan rantang yang serupa, saya masih ingat betul kalau ba’da dhuhur sehabis ngaji bareng di Masjid di pandu Ustadz Rahman, Kiyai Muchtar sambil memberikan rantang mungilnya kepada saya dan mengatakan dengan suara yang lembut “Huzs li’ thoamii kalilan fakatz”, dan tentunya bukan cuma saya yang pernah merasakan di mintai tolong seperti itu, beberapa santri lain juga pernah, karena ini spontanitas random bagi siapa-siapa santri yang kebetulan yang dapat dimintai tolong untuk mengambil lauknya didapur.
Saya juga sempat sekali di ajak makan malam ditempat tinggalnya pas disamping kiosphone, yang kebetulan saat itu saya habis terima telepon dari Ibu saya dikampung. Beliau bilang saya tidak habisi ini kalau makan sendiri, saya sempat mengatakan saya baru habis makan juga didapur, tapi karena saya lihat lauknya menggoda, sepotong ayam, ada tempe orek campur kacang dan ikan teri kecil, serta sayur nangka, tidak seperti ikan cakalang yang baru saya santap didapur tadi,🙂 apalagi ada kue bolu rampah ¾ lingkaran yang belum tersentuh, saya pun langsung sikat saja, beliau bilang ini makanan kiriman Ibunya Mudzakkir (anaknya) dari rumah.
Ada banyak pengalaman menarik buatku yang masih terkenang, tidak saja sebagai Kiyai Pondok yang mengimami para penghuni pondok, sebagai Kepala Sekolah, sebagai pengajar terutama mata pelajaran Kemuhammadiyahan, dan lain sebagainya, beliau termasuk orang yang detail, waktu saat mau ujian akhir Tsanawiyah beliau terjun langsung memandu dan memberi pembekalan, bahkan ada teman yang sempat salah menulis nama depannya, dia tulis Muhammad, tapi berdasarkan data akte lahir dan ijazah SDnya tertulis “Muhamad” tidak double “M”, ditegur dan dikoreksi karena demi keseragaman yang kelak tertulis di Ijazah Tsanawiyahnya.
Saya pun juga pernah dikoreksi langsung diulti, saat giliran saya naik dipodium belajar kultum ba’da shubuh, ketika saya double mengatakan Alhamdulillah, Alhamdulillahi lazi nahmaduhu dst, beliau langsung gercep mengoreksi, katanya cukup sekali saja Alhamdulillahnya, padahal waktu ditraining saya belajarnya memang Alhamdulillah sebagai prembulenya cuma satu kali, tapi karena gugup, baru diawal sudah terkoreksi oleh Kiyai, belum lagi lutut tremor, masih newbie, masih Tsanawiyah, edisi perdana ceramahi satu jamaah masjid pondok, meskipun kata senior yang mentori anggaplah dibawah itu kambing-kambing biar tidak nerveus, namun nyatanya berbanding terbalik justru ibarat melihat malaikat-malaikat dengan wajah berseri-seri, untungnya bukan melihat malaikat pencabut nyawa, atau malaikat introgrator munkar-nakir. Meskipun didetik awalnya ambyar dipermulaan namun dimenit-menit seterusnya sudah lancar jaya.ðŸ¤
Saya juga pernah nebeng payung, saat itu lagi hujan, kebetulan payungnya besar, kami jalan berdua dari Kiosphone menuju Masjid untuk shalat berjamaah.
Pengalaman lainnya, Saat ramai-ramainya aksi Reformasi 1998, pondok sering di singgahi mahasiswa dan aktifis kampus, beberapa perwakilan kawan-kawan kami minta izin dan minta restu untuk ikut aksi puncak di “Mei 98” bersama Mahasiswa dan Rakyat di Karebosi, untuk ikut partisipasi menuntut rezim Orde Baru lengser, beliau tetap mengizinkan dengan pengawalan para ustadz, dan di beri wejangan, untuk aksi tetap damai, jaga diri dan kawan, kalau ada ribut-ribut kalian harus balik kanan masuk pondok, daripada harus ikutan bikin rusuh apalagi sampai bakar ban dijalan. Kami pawai menggunakan truk, seingatku kami dikawal ustadz Hasyim dan ustadz Azkari, diperjalanan kami bergabung dengan Mahasiswa UNHAS menuju Karebosi.
Kenangan yang masih membekas juga saat reuni, bukan reuni terbaru kemarin yang saya sempat alpa hadir, tapi reuni sebelumnya, saat itu shubuh hari kita para alumni, bersama santri, para ustadz, shalat di lapangan, karena Masjid sedang pembangunan renovasi, vibesnya keren beratap langit dan bintang, serasa bernostalgia waktu nyantri dengan embun, saat masih nyeker tanpa alas kaki ke Masjid, dan itu menjadikan eksperiens yang bisa saya ceritakan disini. Beliau saat selesai mengimami jamaah shubuh salam dan dzikir, beliau naik di mimbar, sempat lama terdiam karena menunggu para masbuk_ers selesai shalat, ada pesan yang di katakan yang masih terbesit kurang lebih begini kata-katanya “Gombara yang dirintis KH Jabbar Ashyri ini adalah tanah yang diberkahi Allah SWT, semoga anak-anakku sekalian santri dan para alumninya mampu menjaga nama baik -;Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah;- menjadikan ladang ilmu dan dakwah serta bisa bermanfaat bagi masyarakat luas”.
Selamat jalan Kiyai, usai sudah pengabdian panjang_Mu bahkan sampai sepuh masih terus berkontribusi buat pondok tercinta, semoga amal bakti_Mu diterima dan khilaf_Mu diampuni oleh Allah SWT. 🤲🥹 Allahummagfirlahu warhamhu wa_afihi wa’fuanhu, Aamiin. 🤲🥺
Acchi
02:06 PM