Asri Salam ( Acchi )

Monday, 20 October 2014

Dua Sejoli Penghuni Pulau Cengkeh/Cangke




Sabtu pagi yang cerah melangkah menuju sebuah keindahan milik Tuhan, perjalanan yang cukup memakan waktu lewat darat dan menyeberangi lautan demi memanjakan rasa penasaran, cukup beruntung dalam melakukan perjalanan ini karena bantuan seorang  sahabat (Ubhe)  yang menuntun kami untuk bertemu dengan Kepala Desa (Pak Rasyid) Beberapa Pulau disekitar , hingga Pak Kepala Desalah yang memfasilitasi kami untuk menyeberang kepulau yang diayominya itu.

Menaiki Perahu

Untuk menyeberang ke Pulau Cengkeh atau orang setempat menyebutnya Cangke (Bahasa Lokal Sulsel untuk Cengkeh) kami berangkat dari Kabupaten pangkep di dermaga kayu Biring Kassi yang berdampingan dengan pelabuhan angkut material Semen Tonasa, perjalanan di bawah terik matahari yang seakan membakar kulit dan mendidihkan otak ini memakan waktu hampir 2 jam melewati kapal-kapal besar dan beberapa pulau.

Dermaga Pulau Cengkeh/Cangke
Perjalanan kami tidak langsung ke Pulau Cengkeh karena harus transit dulu di pulau tetangganya Pulau Pala untuk menurunkan penumpang lainnya, dan 15 menit kemudian sampailah kami di Pulau Cengkeh panas terik yang membakar terbayarkan dengan pesona suasana yang eksotis yang begitu menawan air begitu jernih hingga cahaya matahari menembus terumbu karang, pulau kecil yang imut-imut ini dikelilingi oleh pasir putih dan pohon yang entah jenis apa yang rimbun bagaikan atap di tengah pulau.

Sudut Lain Pulau Cengkeh/Cangke

Juru mudi kapal (Pak Ilyas) yang juga Staf Dusun dipulau Pala yang ditempati transit tadi membawa kami ke penghuni Pulau Cengkeh/Cangke untuk bertemu dengan pasangan suami istri penghuni tunggal pulau ini, jadi di pulau ini hanya ada 1 Kepala Keluarga saja yang sudah cukup Tua yaitu Dg Abu dan Istrinya Dg Mida, sambutan hangat pun di berikan kepada kami dipersilahkan duduk sambil bercerita dan menanyakan perihal kunjugan kami.

Dg Abu Mengusap Keringat di Wajahnya dan Istrinya Dg Mida di Temani Buku Tamunya
Seiring berjalannya waktu cerita-cerita kami makin akrab dengan Susana keakraban, Pak Ilyas yang masih kerabat dengan Dg Abu minta izin pamit untuk kembali ke Pulaunya sehingga kami melanjutkan sendiri mendengar kisah kedua pasangan penghuni pulau ini banyak cerita dan curahan hatinya bahkan keluh kesahnya.


Rumah Lamanya Dg Abu Untuk Berlindung dari Panas dan Hujan

Rumah Barunya Dg Abu Bantuan dari Dompet Duafa
Dg Abu dan Dg Mida sudah menghuni Pulau Cengkeh sejak tahun 1972 berarti sudah 42 Tahun mereka menghuni pulau itu, Dg Abu yang punya keterbatasan fisik karena matanya buta bertahan hidup di Pulau yang luasnya mungkin hanya seukuran ± Lapangan Sepak Bola ini bercerita banyak mulai perihal berawalnya Ia menghuni Pulau itu hingga menyebut beberapa Bupati dan pejabat muspida, LSM, sampai beberapa media yang pernah datang mengunjunginya.


Salah Satu Gazebo di Sudut Pulau Cengkeh/Cangke
Angin sejuk dan pemandangan yang Indah yang ditawarkan pulau ini seakan ingin terus larut karena suasana yang begitu tenang Dg Abu juga bercerita dengan dialek Makassar yang kadang bahasa Indonesia di campur dengan bahasa makassar mengatakan bahwa Pulau ini baru banyak dikunjungi sejak tahun 2000an hingga saat ini, Pulau ini bukan saja di kunjungi oleh manusia tapi di bulan-bulan tertentu pulaunya Dg Abu ini didatangi penyu untuk bertelur Dg Abu mengatakan biasanya bulan desember sampai bulan januari banyak penyu yang datang untuk bertelur.

Terumbu Karang

Di bawah Rumah Dg Abu dan Istrinya kami bercerita banyak dia juga menceritakan bahwa rumah yang di tempatinya saat ini adalah bantuan dari Dompet Duafa, sambil menunjuk rumah aslinya di sebelahnya yang juga masih ditempatinya yang katanya dimana Ia capek di situlah Ia terbaring, didinding rumahnya ada beberapa piagam penghargaan beserta foto-foto yang terpasang baik dari pemerintah maupun dari NGO lainnya, Dg Abu dan Istrinya bukannya tidak punya anak, Ia punya anak tunggal laki-laki dan tujuh cucu bahkan sudah punya cicit tapi semunya tinggal di Pulau Pala, Dg Abu sering diajak oleh anak cucunya tinggal bersama tapi Dg Abu tidak mau karena sudah terlanjur cinta dengan Pulau Cengkeh/Cangke, padahal dipulau sebelah ada sampai 80 KK penghuninya termasuk anak cucu Dg Abu, kami juga menanyakan bagaimana dengan logistik bahan makan dan air karena disini tidak ada air tawar.? Dg Abu mengatakan Ia disupply oleh anak cucunya bahkan bila dalam keadaan terdesak Dg Abu menyalakan api sebagai tanda bahwa disini logistik sudah menipis. 

Masih Ada Pengunjung Yang Kurang Sadar Tentang Kebersihan dan Membuang Sampah Sembarangan Padahal ada Tempat Sampah yg Tersedia
Dan tak terasa sudah sore kami sudah tak sabaran lagi untuk mengelilingi pulau baik darat maupun dasar lautnya yang banyak terumbu karangnya, Dg Abu menyuruh kami untuk mengisi buku tamunya sambil berpesan jangan kotori pantai dan laut saya sudah cukup tua untuk membersihkannya, dengan berbekal peralatan sederhana yang mendukung kaca mata snorkeling menyelami dasar laut yang menakjubkan tapi sayang banyak bulu babi yang bisa melukai kaki karena kebetulan tidak memakai sepatu katak.

Sunshet & Sunrise
Puas berkeliling dan nyemplung saatnya menunggu matahari kembali ke peraduannya untuk memotret matahari terbenam/sunshet, setelah Magrib  pengunjung makin ramai karena ada lagi kapal yang datang dengan membawa puluhan orang yang ingin menikmati keindahan Pulau Cengkeh/Cangke ini tidak saja wisatawan lokal tapi dari mancanegara pun ada, bahkan ada bule-bule yang membawa keluarga besarnya termasuk yang tua maupun yang anak-anak , sambil ditemani cemilan kecil kami duduk berdua di dermaga kayu bercerita mengenang masa lalu di Gombara, beratapkan langit yang penuh bintang dan suara deru ombak yang beriak angin sepoi-sepoi mengibaskan tubuh membuat waktu tak terasa  sudah pukul 10 malam dan saatnya tidur,keesokan harinya setelah Shubuh melanjutkan berkeliling pulau menghirup udara segar ditemani kicauan burung dan kokok ayam piaraan Dg Abu di pagi hari sambil menunggu matahari terbit/Sunrise, ketika matahari sudah mengintip yang juga tak kalah eksotisnya dengan Sunshet yang kemarin. Setengah jam kemudian kapalnya Pak Ilyas datang menjemput kami untuk kembali kedaratan yang tentunya pulang membawa kenangan yang cukup berharga apalagi tentang arti sebuah pelajaran Kehidupan cukup sederhana  dari Dg Abu dan Dg Mida tapi bagi kami itu sangat luar biasa.

Sunshet

Indonesia kita ini, itu menarik Kawan..

Acchi 02 : 06 PM