Asri Salam ( Acchi )

Wednesday, 11 December 2013

Korupsi Kecil di Pelayanan Publik..



Kemarin 09 Desember tiap tahun di peringati hari Anti Korupsi Mahasiswa dan masyarakat yang tergabung dalam organisasi-organisasi kemasyarakatan turun kejalan melakukan aksi demonstrasi ada macam-macam aksi demonstrasi ada yang long march, teatrikal, orasi, pasang pamflet, menyebarkan selebaran hingga cara yang ekstreem bakar ban dan menutup jalan hingga bentrok dengan aparat.

Demonstrasi adalah hak masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya namun kadang cara-cara menyampaikan itu tidak nyambung dengan si penerima aspirasi karena si penerima aspirasi kadang mangkir dari kantornya sebagai lembaga tempatnya menerima aspirasi bahkan kadang aparat ini hanya menjaga kantor/lembaga yang kosong, sehingga demonstran yang tidak tersalurkan aspirasinya turun kejalan memacetkan jalan hingga menutup jalan sehingga ujung-ujungnya masyarakatlah yang terkena imbasnya.

Sudah beberapa tahun kita ingin keluar dari jurang korupsi tapi kita sendiri kadang tidak menyadari bahwa yang kita lakukan juga termasuk korupsi, negeri ini belum bisa lepas dari stigma negatif bahwa Indonesia masih dalam pusaran korupsi yang akut dan hal ini melingkupi semua sektor dari yang besar hingga korupsi yang ecek-ecek, bahkan kemarin ada release dari satu lembaga bahwa Indonesia indeks korupsinya masih sangat tinggi meskipun sudah banyak koruptor yang tertangkap, menjalini sidang hingga yang sudah divonis.

Tidak usahlah korupsi yang besar-besar cukuplah yang kecil-kecil saja seperti korupsi yang ada dalam pelayanan publik sehari-hari saya beberapa kali mengalami seperti dalam pengurusan perpanjangan SIM dikantor polisi sudah jelas-jelas dipapan pengumumannya tertulis biaya dan prosedurnya ketika saya mengikuti sesuai prosedur ternyata biaya yang saya keluarkan justru lebih besar dan tidak sesuai dengan yang tertera dipapan ketika saya tanyakan ke petugas uang yang ini untuk apa malah balik badan dan tak mampu memberikan jawaban.

Kemarin saya juga ke Samsat untuk pengesahan STNK sebelum saya ke samsat saya lakukan pengecekan di twitter samsat dan disitu kelihatan rincian biaya hingga total biaya yang harus saya bayar ternyata ketika sampai disamsat melalui prosedur resmi tidak pakai calo saya membayar diloket lagi-lagi tidak sesuai dengan yang ada di twitter yang direlease samsat dan alangkah terkejutnya saya ketika melihat lembaran coklat rincian pembayarannya disitu ternyata total biayanya lagi-lagi tidak sesuai dengan yg saya bayarkan tadi, tapi kejadian ini saya tidak tanyakan karena malas saja melihat kelakuan mereka-mereka yang sudah digaji untuk bekerja tapi malah mengambil lebih lagi dari hasil kerjanya.

Dan satu lagi kisah pelayanan publik yang bikin korupsi tumbuh subur kisah ini beberapa tahun lalu ketika saya mengurus KTP bukan KTP Elektronik setelah berjuang melalui prosedur dari bawah meminta keterangan dari RT/RW, lurah namun sesampai di kantor Kependudukan catatan sipil dikatakan tidak ada blanko dan berselang beberapa saat kemudian ada orang lain yang mengurus tiba-tiba blankonya ada karena sebelumnya saya sempat melihat orang yang mengurus tadi memasukkan uang dilaci pegawai itu sayapun menanyakan itu blankonya ada bu ibu pegawai ini hanya berkata ini sudah dipesan sayapun pergi sambil geleng-geleng kepala padahal Ia datang belakangan yang juga membawa berkas yang sama denganku.

Korupsi publik lainnya yang baru saya tahu ternyata biaya nikah itu hanya Rp 30.000,- saja namun kenyataannya yang saya ketahui selama ini ada biaya sampai Rp 600 ribu hingga satu juta rupiah, memang sih penghulu yang datang ketempat nikah yang ditujukan dirumah atau di tempat lain, soal biaya akomodasi dan lain-lain ini yang harus dijelaskan biar transparan saja kalau memang pihak keluarga mau memberikan uang lebih mungkin tak mengapa tapi kalau penghulu memberi patokan harga yang jauh dari sewajarnya bahkan memberatkan keluarga pengantin justru menjadi pertanyaan, dan ketika ini menguak dipublik oleh Irjen Kemenag justru para penghulu dijawa timur justru mau mogok dan hanya mau melayani dikantor dan hari kerja, ketika ditanyakan justru malah pura-pura bodoh.

Korupsi yang besar yang ditangani KPK dan Lembaga penegak hukum yang lain biarlah berproses tanpa pandang bulu dan menjalankan asas semua sama dimata hukum perlu diapresiasi dan didukung tanpa mencampur adukkan antara hukum dan politik, dan kebiasan yang mendarah daging seperti kisah yang kualami diatas perlahan mungkin bisa diubah dengan mengubah paradigma berpikir kita kemudian mental dan perilaku rakus, menjalankan sesuai prosedur tak ada lagi istilah potong jalan atau istilah kejar setoran buat buat bos.

Termasuk perilaku mahasiswa dikampus yang jarang masuk kuliah ketika mengetahui nilainya jeblok error malah mencari jalan pintas dengan datang kerumah dosennya menanyakannya pura-pura konsultasi ujung-ujungnya mau memperbaiki nilai dengan cara tidak benar karena membawakan dosennya telur dua rak ataupun minyak goreng buat istri dosen ataukah barang-barang bawaan lainnya termasuk uang dalam amplop, dan ternyata tidak sedikit juga dosen yang menerima barang bawaan seperti ini kemudian merubah nilai yang error itu menjadi A atau B, dan perilaku atau kelakuan mahasiswa seperti ini mungkin saja mereka-mereka jugalah yang suaranya lantang berorasi ANTI KORUPSI memacetkan jalan bakar ban hingga bentrok dengan aparat.

Mari berubah untuk negeri yang lebih baik didinding KPK yang tertulis Berani Jujur Hebat bisa dijadikan acuan untuk berbenah dan berubah di pesantren waktu mondok saya mendapatkan istilah Kulil Haqqu Walau Kana Murran (Katakanlah yg benar meskipun itu Pahit)..

Acchi 12 : 56 PM