Kemarin 09 Desember tiap tahun di peringati hari
Anti Korupsi Mahasiswa dan masyarakat yang tergabung dalam
organisasi-organisasi kemasyarakatan turun kejalan melakukan aksi demonstrasi
ada macam-macam aksi demonstrasi ada yang long march, teatrikal, orasi, pasang
pamflet, menyebarkan selebaran hingga cara yang ekstreem bakar ban dan menutup
jalan hingga bentrok dengan aparat.
Demonstrasi adalah hak masyarakat untuk
menyampaikan aspirasinya namun kadang cara-cara menyampaikan itu tidak nyambung
dengan si penerima aspirasi karena si penerima aspirasi kadang mangkir dari
kantornya sebagai lembaga tempatnya menerima aspirasi bahkan kadang aparat ini
hanya menjaga kantor/lembaga yang kosong, sehingga demonstran yang tidak
tersalurkan aspirasinya turun kejalan memacetkan jalan hingga menutup jalan
sehingga ujung-ujungnya masyarakatlah yang terkena imbasnya.
Sudah beberapa tahun kita ingin keluar dari
jurang korupsi tapi kita sendiri kadang tidak menyadari bahwa yang kita lakukan
juga termasuk korupsi, negeri ini belum bisa lepas dari stigma negatif bahwa
Indonesia masih dalam pusaran korupsi yang akut dan hal ini melingkupi semua
sektor dari yang besar hingga korupsi yang ecek-ecek, bahkan kemarin ada
release dari satu lembaga bahwa Indonesia indeks korupsinya masih sangat tinggi
meskipun sudah banyak koruptor yang tertangkap, menjalini sidang hingga yang
sudah divonis.
Tidak usahlah korupsi yang besar-besar cukuplah
yang kecil-kecil saja seperti korupsi yang ada dalam pelayanan publik sehari-hari
saya beberapa kali mengalami seperti dalam pengurusan perpanjangan SIM dikantor
polisi sudah jelas-jelas dipapan pengumumannya tertulis biaya dan prosedurnya
ketika saya mengikuti sesuai prosedur ternyata biaya yang saya keluarkan justru
lebih besar dan tidak sesuai dengan yang tertera dipapan ketika saya tanyakan
ke petugas uang yang ini untuk apa malah balik badan dan tak mampu memberikan
jawaban.
Kemarin saya juga ke Samsat untuk pengesahan STNK
sebelum saya ke samsat saya lakukan pengecekan di twitter samsat dan disitu
kelihatan rincian biaya hingga total biaya yang harus saya bayar ternyata
ketika sampai disamsat melalui prosedur resmi tidak pakai calo saya membayar
diloket lagi-lagi tidak sesuai dengan yang ada di twitter yang direlease samsat
dan alangkah terkejutnya saya ketika melihat lembaran coklat rincian
pembayarannya disitu ternyata total biayanya lagi-lagi tidak sesuai dengan yg
saya bayarkan tadi, tapi kejadian ini saya tidak tanyakan karena malas saja
melihat kelakuan mereka-mereka yang sudah digaji untuk bekerja tapi malah
mengambil lebih lagi dari hasil kerjanya.
Dan satu lagi kisah pelayanan publik yang bikin
korupsi tumbuh subur kisah ini beberapa tahun lalu ketika saya mengurus KTP
bukan KTP Elektronik setelah berjuang melalui prosedur dari bawah meminta
keterangan dari RT/RW, lurah namun sesampai di kantor Kependudukan catatan
sipil dikatakan tidak ada blanko dan berselang beberapa saat kemudian ada orang
lain yang mengurus tiba-tiba blankonya ada karena sebelumnya saya sempat melihat
orang yang mengurus tadi memasukkan uang dilaci pegawai itu sayapun menanyakan
itu blankonya ada bu ibu pegawai ini hanya berkata ini sudah dipesan sayapun
pergi sambil geleng-geleng kepala padahal Ia datang belakangan yang juga
membawa berkas yang sama denganku.
Korupsi publik lainnya yang baru saya tahu
ternyata biaya nikah itu hanya Rp 30.000,- saja namun kenyataannya yang saya
ketahui selama ini ada biaya sampai Rp 600 ribu hingga satu juta rupiah, memang
sih penghulu yang datang ketempat nikah yang ditujukan dirumah atau di tempat
lain, soal biaya akomodasi dan lain-lain ini yang harus dijelaskan biar
transparan saja kalau memang pihak keluarga mau memberikan uang lebih mungkin
tak mengapa tapi kalau penghulu memberi patokan harga yang jauh dari sewajarnya
bahkan memberatkan keluarga pengantin justru menjadi pertanyaan, dan ketika ini
menguak dipublik oleh Irjen Kemenag justru para penghulu dijawa timur justru
mau mogok dan hanya mau melayani dikantor dan hari kerja, ketika ditanyakan
justru malah pura-pura bodoh.
Korupsi yang besar yang ditangani KPK dan Lembaga
penegak hukum yang lain biarlah berproses tanpa pandang bulu dan menjalankan
asas semua sama dimata hukum perlu diapresiasi dan didukung tanpa mencampur
adukkan antara hukum dan politik, dan kebiasan yang mendarah daging seperti
kisah yang kualami diatas perlahan mungkin bisa diubah dengan mengubah
paradigma berpikir kita kemudian mental dan perilaku rakus, menjalankan sesuai
prosedur tak ada lagi istilah potong jalan atau istilah kejar setoran buat buat
bos.
Termasuk perilaku mahasiswa dikampus yang jarang
masuk kuliah ketika mengetahui nilainya jeblok error malah mencari jalan pintas
dengan datang kerumah dosennya menanyakannya pura-pura konsultasi
ujung-ujungnya mau memperbaiki nilai dengan cara tidak benar karena membawakan
dosennya telur dua rak ataupun minyak goreng buat istri dosen ataukah
barang-barang bawaan lainnya termasuk uang dalam amplop, dan ternyata tidak
sedikit juga dosen yang menerima barang bawaan seperti ini kemudian merubah nilai
yang error itu menjadi A atau B, dan perilaku atau kelakuan mahasiswa seperti
ini mungkin saja mereka-mereka jugalah yang suaranya lantang berorasi ANTI
KORUPSI memacetkan jalan bakar ban hingga bentrok dengan aparat.
Mari berubah untuk negeri yang lebih baik
didinding KPK yang tertulis Berani Jujur Hebat bisa dijadikan acuan untuk
berbenah dan berubah di pesantren waktu mondok saya mendapatkan istilah Kulil
Haqqu Walau Kana Murran (Katakanlah yg benar meskipun itu Pahit)..
Acchi 12 : 56 PM